Text
Upacara Tradisional Labuhan Kraton Yogyakarta
Bibliografi: hlm.
Sinopsis buku Upacara Tradisional Labuhan Kraton Yogyakarta adalah tentang ritual adat Keraton Yogyakarta yang dilakukan untuk memohon keselamatan, keberkahan, dan kelestarian bagi Sultan, Keraton, serta rakyatnya. Buku ini membahas sejarah, pelaksanaan, dan makna dari upacara ini yang telah ada sejak masa Mataram Islam, termasuk sejarah awal terkait Panembahan Senopati dan Ratu Laut Selatan, serta jenis-jenis upacara seperti Labuhan Ageng (8 tahun sekali) dan Labuhan Alit (setiap tahun).
Rangkuman isi buku
Tujuan upacara: Memohon keselamatan, keberkahan, dan kesejahteraan hidup bagi Sultan dan rakyat, serta ungkapan syukur kepada Tuhan.
Asal-usul: Dimulai sejak zaman Panembahan Senopati dan Ratu Laut Selatan, yang kemudian diwariskan secara turun-temurun.
Pelaksanaan:
Melibatkan penyerahan atau pelarungan berbagai sesaji dan ubarampe (seperti tumpeng, jajanan pasar, bunga, dan pakaian Sultan) di lokasi-lokasi penting seperti Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih Kahyangan.
Meliputi prosesi kirab, ritual doa, dan pelarungan sesaji.
Makna:
Nilai spiritual dan budaya: Menguatkan identitas budaya Jawa, melestarikan adat istiadat leluhur, dan menyeimbangkan hubungan manusia dengan alam.
Nilai praktis: Mempengaruhi kepercayaan masyarakat dalam hal ekonomi (pertanian, perikanan) dan keamanan.
Jenis upacara:
Labuhan Ageng: Dilaksanakan setiap delapan tahun sekali (satu windu) di empat lokasi labuhan (Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, Dlepih Kahyangan).
Labuhan Alit: Dilakukan setahun sekali, biasanya di tiga lokasi (Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu), kecuali jika sudah ada Labuhan Ageng di tahun yang sama.
Label: Ulasan AI-assisted diverifikasi oleh Eka Alaina, S.I.Pust. 13 November 2025.
Tidak tersedia versi lain